Pages

Monday, September 17, 2012

Aku Tak Lagi Di Sini


Aku menangis memandangi punggungmu yang kian menjauh. Sesaat aku berharap kau berbalik, memohon ampun, dan menyatukan kembali mozaik-mozaik yang telah pecah. Namun, rasa benci ini lebih besar dari sebelumnya. Pengharapan dan mimpi yang dulu kita bangun, hancur tepat saat kau melangkah pergi dari rumah ini. Kau tahu seberapa besar aku ingin menamparmu saat kau lebih memilih tuk mengejar mimpimu, bukan mimpiku dan mimpimu.
Menunggu adalah hal yang menyebalkan. Aku benci itu. Kau pun juga. “Jangan biarkan aku menunggu terlalu lama akan jawaban cintamu. Aku yakin kau juga mencintaiku. Jangan biarkan aku pergi dan mengejar wanita lain yang tak lebih baik darimu. Karena aku tak ingin yang lain, hanya kau. Jawab esok, dan tepat pukul 12 siang di sini,” ujarmu saat memintaku tuk jadi kekasihmu. Aku tersipu kau memberikanku sebuah kalung bertuliskan namamu dan namaku hari itu. Namun kau sungguh menjengkelkan. Memaksaku menjawab hal yang mungkin akan menentukan masa depanku 10 tahun kemudian dengan batas waktu singkat yang kau tentukan sendiri tanpa perundinganku. Aku ingin sekali menjawab ‘Tidak’, tapi kau benar aku mencintaimu. Dan cinta itu telah menyeretku dalam penantian panjang yang akan aku jalani. Ah, tidak ! Aku tak mau !
Aku mempercayaimu lebih dari saat kau bilang cinta padaku. Aku makin mempercayaimu saat hari pertama kau mengajakku pindah ke rumah ini, rumah kita. Aku percaya kaulah pangeran masa kecilku yang sering didongengkan Bunda Ibet dulu. Kaulah orang yang akan mengangkat kisah suramku menjadi cahaya kehidupan baru yang menyinarimu. Dan aku sungguh sial, kebahagiaan bukanlah akhir dari kisahku.
“Aku harus pergi,” katamu di siang itu, hari ulang tahunku. Aku ingin menamparmu. Menghujatmu dengan kata-kata yang sering aku dengar dari ayah ketika bertengkat dengan ibu. Tapi aku justru menangis dan memohon padamu untuk tak pergi. Tapi mengapa kau tetap pergi? Apakah lukisanku tak menarik lagi bagimu? Sebesar itukah impianmu hingga mengalahkan rasa cintamu padaku?
Aku besumpah demi ayah yang menyayat tangan wanita yang melahirkanku, ketika kau pulang aku tak akan di sini.

No comments:

Post a Comment