Pages

Friday, April 20, 2012

Ada Apa Dengan Sang Dokter?



“Bagi Valentino keadaan ini rasanya seperti pergi ke bioskop dimana pertunjukan dimulai tanpa melihat ada sosok Rossi yang turut berperan dalam film tersebut, Rossi sedang berada di sebuah ruangan gelap (bioskop) dan tak dapat melihat apapun. Dia tidak tahu ke mana akan pergi dan merasa ketakutan. Sebuah perasaan yang buruk yang hanya bertahan selama beberapa detik, sebelum dirinya akan merasa terbiasa berada di dalam kegelapan dan kontur ruangan tersebut akan terasa lebih terang. Rossi perlu untuk dapat melihat seberkas cahaya dan seharusnya tidak merasa ketakutan saat berada di kegelapan untuk saat ini.”
Begitulah ilustrasi yang diberikan oleh Dr. Claudio Costa, pendiri Clinica Mobile mencoba mendeskripsikan kondisi mental yang tengah dirasakan oleh The Doctor usai mendapat hasil buruk di GP Qatar lalu.

Awalnya  sedikit bingung ketika membaca ilustrasi yang diungkapkan psikolog yang begitu mengenal karakter rider MotoGP selama 3 dekade tersebut. Apalagi kata-katanya yang sedikit berlebihan dengan menggunakan kata ‘ketakutan’ seakan Rossi tengah tertekan dan depresi berat. Namun, akhirnya saya  mengerti ketika saya  membacanya lebih dari tiga kali. Rossi sedang galau. Ia galau akan motornya yang tak kunjung membaik. Ia galau akan timnya yang tak jua mengabulkan permintaannya untuk tidak lagi memicu understeer yang selama ini menjadi kendalanya dalam menjinakkan Ducati miliknya. Ia galau karena banyaknya pengamat, pers, fans, rider, bahkan orang-orang sok tau yang tak mengetahui masalahnya yang sebenarnya mengomentari bahkan menghujat dirinya. Dan ia galau karena ia tak kunjung jua naik podium.
Mungkin empat hal itu yang menjadi kegalauan utama The Doctor. Dan ini pun sungguh terlihat jelas dari komentar Rossi kepada pers usai GP Qatar lalu. “Jika kami bekerja dengan baik maka kami bisa bertarung untuk posisi kelima atau keenam. Saya tak tertarik untuk itu. Jika Anda harus bertarung untuk posisi lima maka sedikit demi sedikit Anda akan kehilangan antusiasme.”
Sebenarnya Vale balapan untuk apa? Untuk sekedar  podium atau membuktikan eksistensinya sebagai ayam tua yang masih dapat bertelur? Kalau dilihat dari tanggapannya dan performa saat GP Qatar lalu, tentu hasil yang menjadi incaran Vale. Jika dibandingkan dengan teman satu timnya, Nicky Hayden bekerja dengan lebih baik. Bermain dengan caranya, keep head down, dan tidak neko-neko. Dan itu tidak dilakukan Rossi. Padahal motor dan masalah yang dihadapi mereka adalah sama, dan seharusnya Rossi bertanya pada dirinya sendiri ‘ada apa denganku?’ melihat kondisi Hayden yang mampu berada di depannya.
Tak ada seorangpun yang meragukan bakat Vale, ia menakjubkan! Namun, bakatnyalah yang kini menjadi beban besar baginya untuk menjinakkan Desmosedici GP12. Mungkin Rossi berpikir, “Hey, aku telah mendapatkan banyak gelar, menjuarai banyak seri, memenangkan banyak piala, dan sungguh bukan tugasku untuk memenangkan tempat tanpa podium. Dan jika aku mendapat motor seperti Yamaha atau Honda, tentu aku akan berada di atas”.
Namun, kenyataan tidak semanis angan-angan. Bukan saatnya bagi Vale melemparkan handuk pada Ducati yang telah berkorban banyak deminya, menarik tim dari World Superbike, bahkan seluruh pemasukan demi memberikan yang terbaik bagi The Doctor. Mencairkan suasana dalam paddock dan merancang motor yang lebih kompetitif serta tidak meributkan masalah understeer lagi harus dilakukan Rossi.
Sungguh seperti bukan Rossi. Rossi seakan-akan bukan seperti dirinya yang biasa. Menyalahkan tim dan menuntut banyak tanpa memberi lebih sungguh tak terlihat seperti Rossi. Rossi seperti sedang dirasuki sosok monster yang jahat dan meggerogoti setiap sel-sel syaraf dalam tubuhnya yang membuat ia sulit untuk tersenyum seperti cirri khasnya selama ini. Dan monster jahat itu sangat ingin menjatuhkannya. Sedangkan jiwa Rossi yang asli sedang melakukan perjalanan astral untuk melakukan reuni bersama sahabatnya Almarhum Marco Simoncelli.
Ah, semoga Rossi segera kembali dari mimpi buruknya dan menyadari, “Hey, where I’ve been this long time??”
Sebuah pertaruhan mahadahsyat, demi gengsi, harga diri, talenta, dan tahta.



No comments:

Post a Comment